Kehidupan manusia pada zaman modern ini tidak terlepas dari yang namanya resiko dan bahaya mulai dari kecelakaan baik didarat, laut, ataupun udara, pencurian, hingga kematian. takut akan resiko dan bahaya tersebut telah melahirkan konsep dimana manusia dapat menjamin dirinya atau apapun yang dimilikinya karena manusia tentunya tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi di kemudian hari. konsep yang merupakan akibat dari ketakutan manusia itu melahirkan suatu transaksi yang dinamakan asuransi. Asuransi ini merupakan muamalat kontemporer yang belum ada pada zaman Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu perlu ada penjelasan tentang hukumnya dalam Islam.
Asuransi adalah sebuah istilah yang mengacu pada tingkatan, sistem, atau bisnis yang memberikan ganti rugi atau perlindungan finansial untuk jiwa, properti, kesehatan, dan lain sebagainya bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kematian, kehilangan, atau sakit. Asuransi melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu oleh nasabah sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Beberapa kalangan umat Islam mengatakan bahwa asuransi adalah haram. Allah telah mengatur rezeki tiap manusia dan Allah pula yang berkehendak untuk mengambil kembali apa yang dimiliki manusia karena segala yang kita miliki pada dasarnya hanyalah titipan-Nya. Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an Surah Saba' berikut ini:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ
مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى
أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
" Katakanlah: " siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kani atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata." ( QS:Saba' ayat:24)
Dasar yang mengatakan asuransi haram adalah karena dianggap meragukan kekuasaan Allah padahal dalam Firman-Nya telah dijelaskan. Selain itu, asuransi dianggap haram karena mengandung ghoror (ketidakjelasan).
Ketidakjelasan pertama adalah kapan nasabah akan mendapatkan timbal balik berupa klaim. tidak semua nasabah mendapatkan klaim karena klaim hanya bisa didapat ketika mereka mendapat accident atau resiko. sedangkan yang kedua adalah tidak diketahuinya jumlah klaim yang akan diperoleh. padahal Rasululloh SAW telah melarang jual beli yang mengandung ghoror. sebagaimana yang telah diriwayatkan dalah hadits berikut ini:
Dari Abu Hurairah ia berkata, " Rasulullah SAW melarang dari jual beli hashoh (hasi lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror" (HR. Muslim no.1513).
Lemparan kerikil disini berarti sesuatu yang dilandasi dengan sistem pengundian atau untung-untungan. pendapat lain mengatakan lain bahwa asuransi diperbolehkan, namun bukan asuransi kontrovensional yang banyak dipasarkan saat ini. Asuransi yang diperbolehkan itu adalah asuransi syariah dimana terdapat perbedaan ijtihad antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah.
Asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari MUI yang bertugas untuk mengawasi pengelolaan dana dan produk yang dipasarkan supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. DPS ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional. Prinsip akad asuransi syariah adalah adalah takafuli (tolong menolong), dimana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan sedangkan akad asuransi konvensi bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah), sehingga premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. berbeda dengan asuransi syariah, investasi dana asuransi konvensional dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga dan premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar